Puisi Gus Mus

Standar

RASANYA BARU KEMARIN
( Versi VI )

rasanya
baru kemarin bung karno dan bung hatta
atas nama kita menyiarkan dengan seksama
kemerdekaan kita di hadapan dunia
rasanya
gaung pekik merdeka kita
masih memantul-mantul
tidak hanya dari mulut-mulut jurkam pdi saja
rasanya
baru kemarin
padahal sudah lima puluh tiga tahun lamanya
pelaku-pelaku sejarah yang nista dan yang mulia
sudah banyak yang tiada
penerus-penerusnya sudah banyak yang berkuasa
atau berusaha
tokoh-tokoh pujaan maupun cercaan bangsa
taruna-taruna sudah banyak yang jadi
petinggi negeri
mahasiswa-mahasiswa yang dulu suka berdemonstrasi
sudah banyak yang jadi menteri
rasanya
baru kemarin
padahal sudah lebih setengah abad lamanya
negara sudah semakin kuat
rakyat sudah semakin terdaulat
pembangunan ekonomi kita sudah sedemikian laju
semakin jauh meninggalkan pembangunan akhlak
yang tak kunjung maju
anak-anak kita sudah semakin mekar tubuhnya
bapak-bapak kita sudah semakin besar perutnya
rasanya baru kemarin
padahal sudah lima puluh tiga tahun kita merdeka
kemajuan sudah menyeret dan mengurai
pelukan kasih banyak ibu-bapa
dari anak-anak kandung mereka
kemakmuran duniawi sudah menutup mata
banyak saudara terhadap saudaranya
daging sudah lebih tinggi harganya
dibanding ruh dan jiwa
tanda gambar sudah lebih besar pengaruhnya
dari bendera merah putih dan lambang garuda
pejuang marsinah sudah berkali-kali
kuburnya digali tanpa perkaranya terbongkar
preman-preman sejati sudah berkali-kali
diselidiki dan berkas-berkasnya selalu terbakar
rasanya
baru kemarin
padahal sudah lebih setengah abad kita merdeka
pahlawan-pahlawan idola bangsa
seperti diponegoro
imam bonjol dan sisingamangaraja
sudah dikalahkan oleh ksatria baja hitam
dan kura-kura ninja
banyak orang pandai sudah semakin linglung
banyak orang bodoh sudah semakin bingung
banyak orang kaya sudah semakin kekurangan
banyak orang miskin sudah semakin kecurangan
rasanya
baru kemarin
banyak ulama sudah semakin dekat kepada pejabat
banyak pejabat sudah semakin erat dengan konglomerat
banyak wakil rakyat sudah semakin jauh dari umat
banyak nurani dan akal budi sudah semakin sekarat
( hari ini ingin rasanya
aku bertanya kepada mereka semua
sudahkah kalian
benar-benar merdeka ? )
rasanya
baru kemarin
tokoh-tokoh angkatan 45 sudah banyak yang koma
tokoh-tokoh angkatan 66 sudah banyak yang terbenam
rasanya
baru kemarin
negeri zamrud katulistiwaku yang manis
sudah terbakar habis
dilalap krisis demi krisis
mereka yang kemarin menikmati pembangunan
sudah banyak yang bersembunyi meninggalkan beban
mereka yang kemarin mencuri kekayaan negeri
sudah meninggalkan utang dan lari mencari selamat sendiri
rasanya baru kemarin
padahal sudah lebih setengah abad kita merdeka
mahasiswa-mahasiswa penjaga nurani
sudah kembali mendobrak tirani
para oportunis pun mulai bertampilan
berebut menjadi pahlawan
politisi-politisi pensiunan
sudah bangkit kembali
partai-partai politik sudah bermunculan
dalam reinkarnasi
rasanya
baru kemarin
tokoh-tokoh orde lama sudah banyak yang mulai menjelma
tokoh-tokoh orde baru sudah banyak yang mulai menyaru
rasanya
baru kemarin
pak harto sudah tidak menjadi tuhan lagi
bayang-bayangnya sudah berani persi sendiri
mester habibie sudah memberanikan diri
menjadi presiden transisi
bung harmoko sudah tak lagi
mengikuti petunjuk dan mendominasi televisi
gus dur muali siap madeg pandita
ustadz amin rais sudah siap jadi sang nata
mbak mega sudah mulai agak lega
mas surjadi sudah mulai jaga-jaga
( hari ini rasanya
aku bertanya kepada mereka semua
bagaimana rasanya merdeka )
rasanya baru kemarin
padahal sudah lima puluh tiga tahun kita merdeka
para jendral dan pejabat sudah saling mengadili
para reformis dan masyarakat sudah nyaris tak terkendali
mereka kemarin yang dijarah
sudah mulai pandai meniru menjarah
mereka yang perlu direformasi
sudah mulai fasih meneriakkan reformasi
mereka yang kemarin dipaksa-paksa
sudah mulai berani mencoba memaksa
mereka yang kemarin dipojokkan
sudah mulai belajar memojokkan
rasanya baru kemarin
orangtuaku sudah lama pergi bertapa
anak-anakku sudah pergi berkelana
kakakku sudah menjadi politikus
aku sendiri sudah menjadi tikus
( hari ini
setelah lima puluh tiga tahun kita merdeka
ingin rasanya aku mengajak kembali
mereka semua yang kucinta
untuk mensyukuri lebih dalam lagi
rahmat kemerdekaan ini
dengan mereformasi dan meretas belenggu tirani
diri sendiri
bagi merahmati sesama )
rasanya baru kemarin
ternyata sudah lima puluh tiga tahun kita merdeka
( ingin rasanya
aku sekali lagi menguak angkasa
dengan pekik yang lebih perkasa :
merdeka ! )
8 Agustus 1998

Thariqat dan Doa-doa Gus Dur 2 (Habis)

Standar

PADA AWALNYA, shalawat atas Nabi dianggap sebagai doa bagi Nabi, karena kecintaan kepadanya. Akan tetapi dalam perjalanannya ia kemudian dipandang sebagai puji-pujian dan penghormatan untuk Nabi yang hidup di samping Tuhan. Praktik ini memperoleh legitimasi dari kitab suci Al-Qur’an.

Tuhan mengatakan, “Jika engkau mencintai Tuhan, maka ikutilah Nabi. Maka Tuhan akan mencintaimu,” Dan bukan hanya manusia yang dianjurkan Tuhan untuk membaca salawat (penghormatan) untuknya, melainkan juga Tuhan sendiri dan para Malaikat. Tuhan mengatakan :

إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِى يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا صَلُّو عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيْماً

“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (Q.S. Al-Ahzab [33]:56).

Shalawat dianggap syarat penting agar doa dikabulkan. “Permohonan (doa) akan dianggap berada di luar pintu langit sampai orang yang berdoa itu mengucapkan shalawat untuk Nabi.”

Penyair Turki abad pertengahan, Asyiq Pasha, mengingatkan orang-orang senegerinya tentang eksistensi primordial Nabi Muhammad saw, yang menjadi suatu segi yang begitu penting dalam profetologi mistikal:

Adam masih berupa debu dan lempungMuhammad telah menjadi NabiDia telah dipilih TuhanUcapkan shalawat untuknya(Annemarie, Dan Muhammad adalah Utusan Tuhan, hlm. 145).

Kaum sufi di manapun berada selalu membaca shalawat berkali-kali baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dalam jama’ah (kumpulan/kelompok), untuk mengantarkan permohonannya kepada Tuhan. Mereka gemar sekali menyenandungkan do’a shalawat itu dalam bentuk puisi-puisi yang indah. Annemarie Schimmel, pakar mistisisme Islam, pengagum berat Ibn Arabi dan Rumi, menginformasikan bahwa di beberapa kalangan Afrika Utara orang bisa mendatangi pertemuan-pertemuan shalawat di mana orang itu ikut serta dalam doa bersama untuk Nabi dan berharap agar permintaan yang diucapkan dalam pertemuan semacam itu akan segera dikabulkan. Salah satu do’a shalawat yang popular di sana adalah Doa Pelipur Cordova. (Annemarie, hlm. 143).

“Wahai Allah, berkahilah dengan berkah yang istimewa tuan kami, Muhammad, yang olehnya segala kesulitan terpecahkan, segala kesedihan terhiburkan, segala masalah terselesaikan, yang melaluinya hal yang diinginkan dapat dicapai dan yang dari air mukanya yang mulia awan meminta hujan, dan berkahilah keluarganya dan sahabat-sahabatnya”.

Betapa pentingnya shalawat atas Nabi saw untuk mengawali do’a kepada Tuhan, mengingatkan saya pada Qasidah Burdah, karya sufi penyair Imam Bushairi. Bushiri, sastrawan sufi legendaries abad ke 13, menulis kasidah ini ketika dia mengalami sakit berkepanjangan, stroke.

Sepanjang hari sepanjang malam dia berdoa sampai begitu lelah dan tertidur. Suatu malam ia bermimpi bertemu nabi. Nabi yang mulia mengusapkan tangannya ke wajah Bushairi lalu menyerahkan selendangnya (burdah). Bushairi terjaga dari mimpinya dan melihat dirinya tak lagi sakit. Semula kumpulan Nazham (puisi-sajak) dengan akhir huruf mim (karena itu biasa disebut ; Al-Mimiyah) diberi judul panjang: Al-Kawakib al-Durriyyah fi Mad-hi Khairi al-Bariyyah (Bintang-Gemintang berpendar gemerlap yang memuji Manusia Paripurna). Akan tetapi karena terlalu panjang hingga menyulitkan orang menyebut dan mengingatkannya, maka diambillah kata “Al-Burdah al-Bushiri” (selimut atau selendang).

Ketika saya di ke Iskandariyah, Mesir, tahun 1982, saya menyempatkan diri ziarah dan berdo’a di pusara penyair sufi besar ini, tidak jauh dari makam sufi besar; Said Mursi. Di pesantren, saya sempat menghapalnya meski serba sedikit. Tetapi banyak santri yang hapal di luar kepala. Di Universitas Kairo, kasidah ini diajarkan pada setiap hari Kamis dan Jum’at.

Di bawah ini adalah beberapa saja dari bait puisi Bushairi yang seluruhnya berisi 160 bait, yang masih saya hapal. Sebuah Puisi yang memperlihatkan kerinduan Bushairi kepada Nabi Saw. Kasidah ini didendangkan dengan bahar(nada dan ritme) Basith : Mustaf’ilun fa’ilun.

أَمِنْ تَذَكُّرِ جِيْرَانٍ بِذِى سَــــلَمٍ مَزَجْتَ دَمْعًا جَرَى مِنْ مُقْلَةٍ بِـــدَمِ
أَمْ هبَّتِ الرِّيْحُ مِنْ تِلْقَاءِ كَاظِمَـــةٍ وأَوْمَضَ الْبَرْقُ فِي الظَّلْمَاءِ مِنْ إِضَـمِ
فَمَا لِعَيْنَيْكَ إِنْ قُلْتَ اكْفُفَا هَمَتَــا وَمَا لِقَلْبِكَ إِنْ قُلْتَ اسْتَفِقْ يَهِــــمِ
أَيَحْسَبُ الصَّبُّ أنَّ الْحُبَّ مُنْكَتِـــمٌ مَا بَيْنَ مُنْسَجِمٍ مِنْهُ وَمُضْطَّــــــرمِ
لَوْلَا الْهَوَى لَمْ تُرِقْ دَمْعاً عَلَى طَـلَلٍ وَلَا أرقْتَ لِذِكْرِ البَانِ والعَلــــمِ
فَكَيْفَ تُنْكِرُ حُبّاً بَعْدَ مَا شَــهِدتْ بِهِ عَلَيْكَ عَدُوْلُ الدَّمْعِ وَالسَّــــقَمِ
وَأَثْبَتَ الوَجْدُ خَطَّيْ عَبْرةٍ وَضَــنىً مِثْلَ البَهَارِ عَلى خَدَّيْكَ وَالْعَنَــــمِ
نَعَمْ سَرَى طَيْفُ مَنْ أَهْوَى فَأَرَّقَـنِي وَالْحُبُّ يَعْتَرِضُ اللَّذَّاتَ بِالْأَلَــــمِ
يَا لَائِمِي فِي الْهَوَى الْعُذرٍيِّ مَعْذِرَةً مِنِّي إِلَيْكَ وَلَوْ أَنْصَفْتَ لَمْ تَلُــــمِ

Aduhai, apakah karena kau rindu
pada tetangga di kampung Dzi Salam
Air bening menetes satu-satu
Dari sudut matamu
Bercampur darah

Ataukah karena semilir angin
yang berhembus
dari Kadhimah
Dan kilatan cahaya
dalam pekat malam

Apakah kekasih mengira
Api cinta yang membara di dada
Dapat dipadamkan air mata?
Andai bukan karena cinta
Puing-puing tak mungkin basah airmata

Andai bukan karena cinta
Matamu tak mungkin jaga sepanjang malam
Membayangkan keindahan gunung gemunung
Dan semerbak pohon kesturi
Dan tinggi semampai pohon pinus

Mana mungkin kau ingkari cintamu
Padahal ada saksi menyertaimu
Ketika air matamu berderai-derai
Dan kau jatuh sakit begitu memelas
Dukamu menggoreskan
Tetes air mata dan luka
Bagai mawar kuning dan merah
Pada dua pipimu yang ranum

Ya, aku melihat kekasihku
Berjalan ketika malam muram
Hingga mataku selalu terjaga
Cinta telah mengganti riang jadi nestapa

Seluruh do’a, dzikir dan shalawat atas Nabi ditujukan kepada Allah, hanya kepada Dia, tidak kepada yang lain, termasuk tidak kepada Nabi Muhammad Saw. Karena hanya Dialah Pemilik segala, hanya Dialah Penguasa atas semesta raya dan hanya Dialah Yang mengabulkan segala permohonan hamba-hamba-Nya.

Dialah Titik Pusat dari segala. Pengaduan kepada manusia, siapapun dia, akan kegundahan dan curahan hati karena kemelut hidup yang acap kali datang menghempaskan jiwa dan pikiran, seringkali mengecewakan. Mereka tak mampu memberi jalan terang, dan tak bisa menjawab kebutuhan-kebutuhan yang terus dan terus mengalir bagai air yang sangat deras. Mereka acapkali juga sibuk dengan urusan dan kegalauannya sendiri-sendiri. Mereka juga membutuhkan kepentingan hidup yang juga terus mengejar mereka siang dan malam. Tetapi tidak bagi Tuhan. Dia tidak membutuhkan apa-apa dan siapa-siapa. Sebaliknya Dialah Yang selalu Memberi. Dia bahkan amat senang jika hamba-hamba-Nya meminta.

Gus Dur pastilah sangat mengenal bait-bait puisi Burdah al-Bushiri di atas, bahkan sebagian atau semuanya mungkin dihapal dengan baik. Saya meyakini hal itu pada Gus Dur, karena kedua Qasidah Burdah di atas amat popular di kalangan para santri.
Mereka menghapalnya lalu mendendangkannya dengan nada-nada lagu yang indah dalam acara-acara yang relevan. Hal yang sama juga dilakukan mereka dalam Burdah Madaih atau Na’tiyah, karya Ka’ab bin Zuhair. Burdah ini berisi penghormatan dan pujian kepada Nabi. Ia dikenal dengan Qasidah “Banat Su’ad” (putri-putri Su’ad). Ini karena Qasidah Burdah yang terdiri dari 58 bait ini diawali dengan kalimat :

بانتْ سُعادُ فقلبي اليومَ متبولُ … مُتيمٌ إثرها، لْم يُفدَ مكبُولُ

Ka’ab Bin Zuhair, adalah seorang penyair terkenal pada masanya. Ia suka sekali mencacimaki Nabi. Sikap itu membuat hidupnya jadi galau. Ia lalu menemui Nabi dan menyanyikan kasidah tersebut di hadapan beliau. Nabi begitu senang mendengarnya, lalu memberinya selendang (burdah) yang sedang dikenakannya. Kiai Sa’id Aqil Siraj, ketua umum PBNU, sering menyanyikan puisi-puisi ini manakala memberikan pengajian umum di berbagai pesantren dan pada komunitas warganya: Nahdlatul Ulama. Ia hapal di luar kepala kedua qasidah burdah itu.

Sebagian orang, sebut saja antara lain kelompok Wahabi di Saudi Arabia, menyebut “tawassul” dengan salawat seperti ini sebagai praktik kemusyrikan (menyekutukan Tuhan). Tawassul, menurut mereka berarti meminta kepada manusia, meskipun ia seorang Nabi dan kekasih-Nya, bukan kepada Tuhan. Kita telah maklum Wahabi adalah kelompok tekstualis. Mereka memaknai segala teks secara harfiyah, dan tidak setuju dengan pemaknaan metaforis (majaz) dan aforisme-aforisme sufistik. Biarkan saja, tak mengapa. Itu hak mereka. Dan itu menunjukkan batas pengetahuan mereka. Tetapi kita tentu amat menyesalkan bila kemudian mereka memaksakan pandangannya kepada orang lain, melalui cara-cara kekerasan, “hate speech” atau bahkan dengan menghunuskan pedang atau meledakkan bom.

Tawassul dan do’a-do’a Gus Dur itu kini telah menyebar di mana-mana, dikasetkan , di CD kan, di Youtube kan, atau disimpan di HP, diputar berulang-ulang, didengarkan dengan penuh khusyu’ di kendaraan-kendaraan pribadi, dan dilantunkan para pengagumnya di berbagai kesempatan menghormat atau mendiskusikan Gus Dur. Beliau menyanyikannya dengan nada-nada elegi dini yang sendu, bagai sembilu yang menyayat-nyayat qalbu. Bait-bait do’a, salawat dan tawasul yang disenandungkan Gus Dur itu sesungguhnya tidaklah asing bagi para santri. Ia telah berabad ditembangkan di pesantren-pesantren dan surau-surau. Suara Gus Dur memang tak semerdu suara Hadad Alwi atau Abdul Halim Hafiz, penyanyi kondang dari Mesir atau lainnya. Tetapi lantunan Gus Dur, meski bersahaja, terasa memiliki makna keindahan mitis dan magis yang menghunjam qalbu dan menyimpan rindu-rindu. Ini tentu karena Gus Dur melantunkannya dengan suara hatinya yang bening dan ketulusan cintanya yang penuh.

Di bawah ini adalah doa-doa yang selalu dibaca Gus Dur di samping do’a-do’a yang lain. Semua orang pesantren dan kaum Nahdliyyin mungkin sudah tahu atau bahkan hapal doa-doa itu. Doa-doa ini seluruhnya mengandung permohonan ampunan Tuhan. Do’a pertobatan yang secara literal berarti kembali kepada Tuhan. Ada juga di dalamnya yang memohon petunjuk ke arah jalan lurus (amal saleh) dan anugerah ilmu yang bermanfaat. Sebagian ada yang diawali dengan tawassul melalui Al-Musthafa, Nabi Muhammad Saw. Doa yang terakhir konon ditulis oleh Abu Nawas, sang cendikiawan dan sastrawan terkemuka yang jenaka tetapi amat cerdas itu. Hampir semua orang mengenal cerita-cerita jenaka orang ini dan mendongengkannya kepada anak-anak mereka, terutama menjelang tidur. Ia, ketika muda, konon, pernah menjalani kehidupan glamor, mabuk dan urakan, tetapi cara itu kemudian disadarinya akan mencelakakannya kelak. Tahun-tahun terakhir hidupnya Abu Nawas bertobat dan menjalani hidupnya sebagai seorang zahid, asketik.

Dengan doa-doa itu, kita tentu paham bahwa Gus Dur selalu mohon ampunan kepada Tuhan. Para Nabi, orang-orang arif, kaum sufi dan orang-orang yang rendah hati setiap hari mohon ampunan-Nya, ratusan dan ribuan kali.

Doa Pertobatan 1

مَوْلاَىَ صَلِّ وَسَلِّمْ دَائِمًا اَبَدًا
عَلَى حَبِيْبِكَ خَيْرَ الْخَلْقِ كُلِّهِمِ
يَا رَبِّ بِالْمُصْطَفَى بَلِّغْ مَقَاصِدَنَا
وَاغْفِرْ لَنَا مَا مَضَى يَا وَاسِعَ اْلكَرَمِ
هُوَ الْحَبِيْبُ الَّذِى تُرْجَى شَفَاعَتْهُ
لِكُلِّ هَوْلٍ مِنَ الْاَهْوَالِ مُقْتَحِمِ

Wahai Tuhanku,
Anugerahi kedamaian dan keselamatan
Selama-lamanya
Pada sang kekasih-Mu : Ahmad
Ciptaan-Mu yang terbaik dari semuanya
Berkat al Musthafa, sampaikan maksud-maksudku
Ampunilah dosa-dosa yang lewat
Wahai Yang Maha Mulia

Al-Musthafa, dialah sang kekasih
Pertolongannya diharap-harap
Bagi setiap kegelisahan yang memuncak

Do’a Pertobatan 2

إِلَهِى لَسْتُ لِلْفِرْدَوْسِ أَهْلاً
وَلَا أَقْوَى عَلَى نَارِ الْجَحِيْمِ
فَهَبْ لِى تَوْبَةً وَاغْفِرْ ذُنُوْبِى
فَإِنَّكَ غَافِرُ الذَّنْبِ اْلعَظِيْمِ
ذُنُوْبِى مِثْلُ عْدَادِ الرَّمَالِ
فَهَبْ لِى تَوْبَةً يَا ذَالْجَلاَ لِ
وَعُمْرِى نَاقِصٌ فِى كُلِّ يَوْمٍ
وَذَنْبِى زَائِدٌ كَيْفَ احْتِمَالِى
إِلَهِى عَبْدُ كَ اْلعَاصِىِى أَتَاكَ
مُقِرًّا بِالذُّنُوْبِ وَقَدْ دَعَا كَ
وَاِنْ تَغْفِرْ فَأَ نْتَ لِذَاكَ أَهْلٌ
وَاِنْ تَطْرُدْ فَمَنْ نَرْجُو سِوَاكَ

Wahai Tuhanku
Aku bukan orang yang pantas tinggal di surga-Mu
Tetapi aku juga tak sanggup di neraka-Mu
Anugerahi aku kemampuan kembali pada-Mu
Dan ampuni dosa-dosaku
Karena hanya Engkaulah
Satu-satunya yang bisa memberi ampun
dosa-dosa besar

Dosa-dosaku bak jumlah butir pasir di bumi
Anugerahi aku kemampuan kembali pada-Mu
Wahai Yang Maha Agung

Umurku berkurang setiap hari
Tetapi dosaku bertambah-tambah saja
Bagaimana aku sanggup menanggungnya

Wahai Tuhanku,
Hamba-Mu yang berdosa
Telah datang, telah datang
Mengakui begitu banyak dosa
Dan ia telah sungguh-sungguh meminta-Mu

Bila Engkau mengampuniku
Karena hanya Engkaulah yang bisa mengampuni
Tetapi bila Engkau menolakku
Kepada siapa lagi aku bisa berharap

Do’a (3)

Pertobatan, Amal saleh dan Ilmu Yang bermanfaat
أَسْتَغْفِرُ اللهْ رَبَّ الْبَرَايَا أَسْتَغْفِرُ اللهْ مِنَ الْخَطَايَ
رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا نَافِعَا وَوَفِّقْنِي عَمَلاً صَالِحَا

Aku mohon ampunan Tuhan
Dari segala kesalahan
Aku mohon ampunan Tuhan
Tuhan seluruh ciptaan-Nya
Tunjuki aku kerja yang baik
Tuhanku,
Tambahi aku pengetahuan yang berguna

Dalam berbagai kesempatan bersama Gus Dur, manakala diminta berdoa, beliau seringkali berdoa ini :

رَبَّنَا آتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً . إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ

“Wahai Tuhan kami! Anugerahilah kami rahmat dari sisi-Mu dan tuntunlah kami pada jalan keselamatan.” (Q.S. al-Kahfi, [18]:10) dan diakhiri dengan do’a paling popular:

رَبَّنَا آتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

“Wahai Tuhan, anugerahi kami kebaikan hidup di dunia dan kebaikan hidup di akhirat, dan lindungi kami dari siksa neraka”.(Q.S. Al-Baqarah, [2]:201).

Oleh: Husein Muhammad, Pengasuh Pesantren Dar al-Tauhid Cirebon, Jawa Barat

disalin dari : http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,10-id,39025-lang,id-c,ubudiyyah-t,Thariqat+dan+Doa+doa+Gus+Dur+2++Habis+-.phpx

Thariqat dan Doa-doa Gus Dur (1)

Standar

ORANG-ORANG yang dekat Gus Dur, bercerita. Jika tak ada teman yang diajak bicara dan beliau sendirian, maka dalam waktu yang sunyi sepi itu ia membaca surah al-Fatihah, entah berapa kali. Lalu membaca shalawat atas Nabi.
Gus Dur kemudian melanjutkannya dengan tawasul dan berdo’a untuk dirinya sendiri, kedua orangtua, keluarga, untuk para wali, para ulama yang telah wafat dan untuk bangsa dan negara yang dicintainya.

Ada juga orang yang bercerita begini. Jika tangan Gus Dur tak pernah berhenti bergerak-gerak, seperti mengetuk-ngetuk, sebenarnya dia sedang berzikir: Allah, Allah, Allah. Tangan itu menggantikan tasbih. Itulah, kata orang-orang dekat Gus Dur, jalan spiritual atau thariqatnya.

Saya sendiri tak pernah tahu atau mendengar dan tak pernah bertanya, apakah Gus Dur mengamalkan thariqat tertentu, seperti Qadiriyah, Naqsyabandiyah, Tijaniyah, Mawlawiyah, Rifa’iyyah atau yang lainnya. Saya mengira ia tak terikat pada satu thariqat. Boleh jadi ia juga tak mau berkomentar soal mu’tabarah (diakui) atau ghair mu’tabarah (tidak diakui) dalam hal ini. Baginya, mungkin, semua thariqat baik adanya. Sebab, ia adalah jalan spiritual yang ditemukan oleh seseorang dengan pengalamannya masing-masing.

Dalam sejumlah kesempatan, Gus Dur juga mengagumi cara-cara spiritual yang dijalani oleh para pengikut agama-agama yang ada di dunia.

Cerita seorang teman mengatakan bahwa ia telah memperoleh ijazah, semacam perkenan mengamalkan suatu thariqat, atau “pemberkatan” dari banyak sekali guru-guru atau “mursyid” thariqat. Bukan hanya dari dalam negeri, melainkan juga dari luar negeri. Gus Dur terlalu sering berziarah ke tempat-tempat peristirahatan para pendiri thariqat, seperti Syiekh Abd al-Qadir al-Jilani di Irak dan lain-lain.

Thariqat (thariqah) adalah cara atau jalan menuju Tuhan berdimensi esoterik, batin, spiritual. Thariqat adalah cara atau jalan menuju Tuhan berdimensi esoterik.

Para pengikut Thariqat biasanya menempuh perjalanan menuju Tuhan ini melalui aktifitas ritual-ritual dzikir (mengingat dan menyebut) Tuhan, permenungan dalam keheningan malam, ketika segala aktifitas manusia berhenti dan pintu-pintu rumah telah terkunci dan sepi. Dzikir-dzikir, biasa juga disebut wiridan, kepada Tuhan itu diucapkan mereka berkali-kali, puluhan dan ratusan kali, hingga Dia melekat di hatinya. Dia menjadi matanya, menjadi pendengarannya, tangan dan kakinya.

Dalam tradisi di kalangan masyarakat umum, dzikir-dzikir, doa-doa dan istighatsah (memohon pertolongan Tuhan), dilakukan sebagai upaya melepaskan segala kegalauan, kerisauan dan kemelut-kemelut kehidupan atau untuk meminta sesuatu yang diimpikannya. Ini berbeda dengan para kaum sufi. Doa dan segala zikir dipanjatkan lebih dalam rangka memohonkan ampunan Tuhan atas dosa dan kesalahan yang diperbuatnya sehingga segalanya diridhai dan ia menjadi orang yang dicintai-Nya. Bagi mereka apapun yang dilakukan dalam kehidupan, tak ada maknanya, tanpa kerelaan dan cinta Tuhan.

Pada tradisi masyarakat pesantren, disamping doa, mereka juga biasanya memulai dengan membaca shalawat atas Nabi dan menjadikan beliau sebagai wasilah (penengah/juru bicara) kepada Tuhan. Di berbagai negeri Muslim tradisi ini telah berlangsung sangat lama. Mereka memandang wasilah patut dilakukan. Karena berkat, atas peran dan melalui beliaulah manusia mengerti tentang Tuhan dan ajaran-ajaran-Nya. Bahkan dalam tradisi sufisme bahwa demi Nabi Muhammadlah Tuhan menciptakan semesta.

Mereka menyebutkan kata-kata Tuhan dalam hadits Qudsi, “Lawlaka Lawlaka Ma Khalaqtu al-Aflak” (Andai tak karena kamu (Muhammad), ya, Andai tak karena kamu, Aku tak Menciptakan cakrawala). Maka masih menurut mereka, “Awwal Ma Khalaqa Allah, Nur Muhammad” (Ciptaan Tuhan yang pertama adalah “Nur (cahaya) Muhammad.”

Mereka juga meyakini bahwa Nabi Saw adalah al-Syafi’ (sang penolong), sebagaimana beliau menolong umat manusia ketika dalam kegelapan zaman Jahiliyah. Berkat beliaulah umat manusia mendapatkan cahaya. Al-Qur’an menyatakan hal ini:

هُوَ الَّذِى يُصَلِّى عَلَيْكُم وَمَلَائِكَتُهُ لِيُخْرِجَكُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ اِلَى النُّوْرِ. وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِيْن رَحِيْماً

“Dialah yang memberi rahmat kepadamu (Muhammad) dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan (membebaskan) mereka dari kegelapan (kebodohan kepada cahaya (ilmu pengetahuan). Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.” (Q.S. Al-Ahzab, [33]:43). (Bersambung)

Oleh: Husein Muhammad, Pengasuh Pesantren Dar al-Tauhid Cirebon, Jawa Barat

disalin dari :

http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,10-id,38964-lang,id-c,ubudiyyah-t,Thariqat+dan+Doa+doa+Gus+Dur++1+-.phpx

Humor Romadhan :

Standar

Malaikat pun Dibikin Bingung Beda Awal Puasa

Awal Ramadhan selalu membikin bingung masyarakat, mau ikut siapa. Pemerintah punya pendapat, ada pula ormas Islam yang keukeuh dengan tafsirnya sendiri. Masing-masing adu argumentasi dan perang opini, tak peduli masyarakat yang menjadi korban ketidaksepakatan para elit ini.

Syahdan, ternyata yang kebingungan bukan hanya masyarakat di
pelosok desa dan kota se-Indonesia, para malaikat pun mengalami hal yang sama.

“Ini setan-setan harus dipenjara kapan ya? Ikut penetapan pemerintah apa ormas Islam yang puasa lebih awal”

Karena tidak bisa mengambil keputusan, akhirnya dilakukan rapat besar para malaikat untuk menentukan kapan setan-setan harus masuk bui. Kesepakatannya, setan yang biasa menggoda pengikut ormas yang puasa lebih awal, masuk kerangkeng lebih dulu, sedangkan lainnya esok harinya. Ini hasil yang dirasa ideal dan adil.

Sayangnya, ketika dilakukan eksekusi di lapangan, situasi yang dialami jauh berbeda. Dalam razia dan penangkapan, para setan protes, semuanya mengaku ikut ketetapan pemerintah “Lumayan, bisa bebas sehari lebih lama” pikir para setan.

Para malaikat lalu melakukan rapat kilat untuk mengatasi situasi darurat ini akibat ulah setan yang sengaja berkelit dan mangkir dari ketentuan azali ini. Lalu diputuskan, semuanya masuk penjara lebih awal sehari sesuai dengan jadual puasa ormas Islam itu.

Tak kehilangan akal, para setan pun mengajukan protes, “Sebagai makhluk tuhan yang ditugaskan menggoda, kita masih boleh menggoda manusia sampai besok. Ramadhan kurang satu hari kok kita sudah pada dikerangkeng”

Nah lho… malaikat pun kembali kebingungan, karena berdasarkan ketetapan dalam kitab suci, setan hanya akan masuk kerangkeng pas bulan puasa, tidak boleh ditambah atau dikurangi harinya. (mukafi niam)

sumber :

http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,8-id,38886-lang,id-c,humor-t,Malaikat+pun+Dibikin+Bingung+Beda+Awal+Puasa-.phpx

5 Hal yang Sering Diabaikan Ketika Berwudhu

Standar

NU Online
5 Hal yang Sering Diabaikan Ketika Berwudhu
Selasa, 10/07/2012 20:25

Selain memenuhi Fardhunya wudhu, seseorang biasanya menyempurnakan wudhunya dengan menjalankan kesunnahan
wudhu. Namun demikian, seringkali seseorang melewatkan beberapa tindakan sunnah karena menganggapnya sebagai sesuatu
yang sepele. Padahal, jikalau dilakukan akan menambah nilai wudhu itu sendiri.
Ada lima kesunnahan wudhu yang sering diabaikan; Pertama, membaca basmallah. Nampaknya kelalaian membaca basmallah
sebelum berwudhu bukanlah hal yang baru. Rasulullah saw sendiri pernah mengingatkan sahabatnya untuk membaca
basmallah ketika hendak berwudhu, sebagaimana diterangkan dalam sebuah hadits
روي أنه صلى الله عليه وسلم وضع يده فى إناء وقال لأصحابه توضئوا باسم الله
Dengan demikian bacaan basmallah dalam wudhu hukumnya sunnah muakkad. Bahkan Imam Ahmad menyatakan bahwa
membaca basmillah untuk berwudhu hukumnya wajib. Barang siapa yang lupa membaca bismillah, maka hendaknya
menyusulinya ketika teringat kembali. Sebagaimana seseorang lupa membaca basmillah ketika hendak makan. Walaupun
melewatkan membaca bismillah tidak mengugurkan kesahihan berwudhu, tetapi meninggalkan basmallah ketika berwudhu
mengurangi nilai wudhu itu sendiri. Sebuah hadits menerangkan:
من توضأ وذكر اسم الله كان طهورا لجميع بدنه وإن لم يذكراسم الله تعالى كان طهورا لأعضاء وضوئه
Barang siapa berwudhu dengan membaca basmallah maka sucilah seluruh anggota badannya. Dan barang siapa berwudhu
tanpa membaca basmallah maka suci anggota wudhunya saja.
Kedua, membasuh kedua telapak tangan dahulu sebelum memulai berwudhu, karena telapak tangan adalah tempat
memindahkan air ke anggota-angota wudhu. Jadi kesuciannya harus diutamakan terlebih dahulu. Terutama ketika baru bangun
tidur, karena ketika tidur tidak seorang pun tahu kemana tangannya di arahkan dan najis apapula yang telah menempelinya.
Hadits Rasulullah saw menjelaskan:
إذا قام أحدكم من نومه فليغسل يديه قبل أن يدخلهما فى إناء ثلاثا فإنه لايدرى أين باتت يده
Apa bila seseorang bangun tidur, maka hendaklah membasuh kedua tangannya tiga kali terlebih dahulu seselum mengambil
air wudhu. Karena sesungguhnya ia tidak tahu kemana tangan tersebut ia letakkan waktu ia tidur.
Ketiga, memulai dengan berkumur dan menghisap air dengan hidung (istinsyaq) sebelum membasuh wajah dengan
bersungguh-sungguh, ketika sedang tidak berpuasa. Makna bersungguh-sungguh dalam berkumur adalah mengelilingkan air
pada seluruh mulutnya dan bersungguh-sungguh dalam beristinsyaq adalah menghirup air hingga pangkal hidung.
Keempat, diantara sunnah-sunnah wudhu adalah menyela-nyela janggut (jenggot) yang tebal dengan air sehingga sampai ke
bagian dalam. Sebagaimana cara wudhu yang dipraktikkan Rasulullah saw yang tergambar dalam haditsnya:
روي عن ابن عباس رضي الله عنهما : أنه عليه الصلاة والسلام كان إذا توضأ شبك لحيته الكريمة بأصابعه من
تحتها
Bahwasannya Rasulullah saw ketika berwudhu selalu menyela-nyela janggut dengan jari-jemarinya dari arah bawah.
Dan kelima, menyela-nyela jari-jemari tangan dan kaki. Hal ini sebagai penjagaan jikalau terdapat kotoran atau najis yang
terselip diantara jari-jari. Demikian pula yang dilakukan dan diperintahkan Rasulullah saw:
عن ابن عباس رضي الله عنهما أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: إذا توضأت فخلل أصابع يديك ورجليك
Apabila kamu berwudhu maka sela-selailah jari-jemari kedua tangan dan kakimu
Adapun kesunnahan yang lainnya seperti mendahulukan anggota yang kanan, mengulangi tindakan wudhu sebanyak tiga kali
dan menggosok-gosok anggota wudhu jarang sekali terlupakan, sehingga banyak orang yang tidak mengerti menganggapnya
sebagai fardhunya wudhu. Padahal fardhunya wudhu itu hanya ada enam perkara; 1) niat dengan membasuh muka. 2)
membasuh muka. 3) membasuh kedua tangan sampai dengan kedua siku. 4) mengusap sebagian kepala. 5) membasuh kedua kaki sampai dengan kedua mata kaki. 6) urut sesuai apa yang telah tersebut di atas dari pertama sampai keenam.

Disarikan dari Kifayatul Akhyar fi Halli Ghayatil Ikhtishar.
Redaktur: Ulil Hadrawy

Sejarah dan Hukum Salat Tarawih

Standar

Shalat tarawih adalah bagian dari pada Qiyamu Ramadlan. Karena itu, mari kita lakukan ibadah shalat tarawih dengan
sungguh-sungguh dan memperhatikannya serta mengharapkan pahala dan balasan dari Allah swt, Karena Malam Ramadlan
adalah kesempatan yang terbatas bilangannya dan orang mu’min yang berakal akan memanfaatkannya dengan baik tanpa ada
yang terlewatkan.Jangan sampai kalian meninggalkan shalat tarawih, jika ingin memperoleh pahala shalat tarawih. Dan jangan
pula kembali dari shalat tarawih sebelum imam selesai darinya dan dari shalat witir, agar mendapatkan pahala shalat semalam
suntuk. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi SAW: “Barangsiapa mendirikan shalat malam bersama imam sehingga selesai,
dicatat baginya shalat semalam suntuk”. (HR. Sunan, dengan sanad shahih).

Hukum Shalat Tarawih
Shalat tarawih adalah shalat yang dilakukan khusus pada malam bulan Ramadlan yang dilaksanakan setelah shalat Isya’ dan
sebelum sholat witir.
Hukum melaksanakan shalat tarawih adalah sunnah bagi kaum laki-laki dan kaum hawa (perempuan), karena tarawih telah
dianjurkan beliau Nabi Muhammad saw kepada ummatnya.

selengkapnya
lihat disini :

1344056623